<body> HITAM PUTIH: 06/01/2005 - 07/01/2005

Friday, June 17, 2005



NERAKA INGGRIS ATAU INDONESIA

Teman saya seorang anggota .... meninggal di inggris. Sangat beruntung dia, karena Dewa Pencabut Nyawa memberinya dua pilihan, “ Kata Insan Korup, apa pilihanmu, Neraka Indonesia atau Neraka Inggris?”
“Neraka? Neraka? Lo, saya kan rajin sembahyang. Pernah mendapat penghargaan pula sebagai ‘Dermawan Of The Year’ masa neraka?”
“Sembahyangmu ternyata gerak lidah belaka. Jiwamu tidak pernah sembahyang,” tegas sang pencabut nyawa.
“Tapi bagaimana dengan amalku pada orang miskin ? patutkan aku ke neraka, walau sudah berbuat banyak untuk rakyat kecil ?” desaknya.
“Sudahlah, jangan berdebat. Rakyat kecil apa yang kau bicarakan ? pernahkah kau mengunjungi mereka selama sekian tahun bertahta ? Amal saleh dan sedekah yang kauberikan itu kewajibanmu terhadap sesama manusia, seperti halnya kewajiban membayar pajak pada negara. Apakah kamu memberikannya dengan landasan rasa kasih sayang ? malah, kaupun lalai, selalu mencoba menghindari pajak. Tempat tinggalmu neraka, itu sudah pasti. Masih beruntung kamu meninggal di Inggris. Demokrasi disini memberimu hak untuk memilih – antara kapling Indonesia dan kapling Inggris. Katakan cepat, jangan buang waktu, apa maumu ?”
Saat itu pula terlupakan “ Tanah Tumpah Darah .... Ibu Pertiwi Indonesia”. Pilihannya jatuh pada kapling Inggris.
“Kalau begitu, ya sudah kapling Inggris saja.”
“ Enggak salah tuan yang terhormat ? Bagaimana denga sumpah setiamu terhadap negara ?” tegur sang pencabut nyawa, sinis.
“ Sudah mati ya sudah, apalagi matinya’kan di Inggris,” jawab teman saya tak kalah sewot.
“ Mati di Inggris ya mati di Inggris, tapi demi kebanggaan nasional sepatutnya kau memilih kapling Indonesia,” sindir sang pencabut nyawa.
“ Kebanggaan nasional pula bila aku menghormati negara sahabat tempat aku mati.”
“ Kamu memang pintar bersilat lidah”.
“ Itulah satu-satunya kepintaranku,” pikir teman saya.
Dalam perjalanan menuju kaplinya, ia baru teringat, “ Tapi, apa bedanya kapling Neraka Inggris dari kapling Neraka Indonesia ?”
“ Di kapling Inggris hukumanmu hanya satu kali sehari, dikapling Indonesia tiga kali sehari,” jawab sang pencabut nyawa.
“Untung kupilih kapling Inggris,” sahut temanku senang.
Sang pencabut nyawa seolah membaca pikirannya, “ Jangan merasa beruntung dulu. Tidak seorangpun temanmu berada disana. Sementara di kapling Indonesia banyak teman sejawat .”
Betul juga.
Kebetulan saat itu mereka melewati kapling Indonesia. Sahabat-sahabat teman saya didalam ternyata masih ingat dengan bau badannya, “ Bang, Bang! Kemana kau ? Kita semua disini.”
Temanku tetap tegar.
Dia meneriaki mereka dari jauh,” Aku diberi pilihan antara kapling Indonesia dan Inggris. Ya, kupilih saja kapling Inggris.”
“Bodoh kau,” kata salah seorang mantan asistennya.
“Bodoh bagaimana ? Di sini hukumannya tiga kali lebih banyak daripada disana.”
“ Ah, bagaimana kau ini ? seperti tidak tahu saja. Disini petugasnya bisa diajak kompromi. Dia juga dari kampung kita. Jangankan tiga kali sehari, tiga hari sekali pun kadang tidak diterapkan. Kadang-kadang saja, selagi ada inspeksi. Dikapling Inggris, mana bisa main-main ? Pengawasnya orang orang Inggris juga.”
Mau bilang apa dia. Sudah terlanjur memilih kapling Inggris.
Upaya terakhir, dia berusaha menyuap penjemputnya, dan saya dengar tidak berhasil.
Bagaiman pendapat anda dengan kisah rekaan itu ?
Rasanya, olesan bedak setebal apapun sudah tidak bisa menutupi noda diwajah kita. Sebagai bangsa yang konon berbudaya tinggi, hari ini kita berdiri telanjang dihadapan bangsa-bangsa lain di dunia. Bila ada yang menegur, kita malah marah. Tidak mau bercermin diri.
Ya, bercermin diri.
Tidak perlu mengurusi orang lain.
Jadilah Watch-dog bagi diri sendiri.
Mari kita melakukan introspeksi diri.
Apa upaya kita selama ini untuk memberantas korupsi ?
` Sekedar mengkritik mereka yang korup atau berusaha pula untuk menemukan akar dari permasalahan yang tengah kita hadapi ?
Apa yang menyebabkan sesorang menjadi korup ? Hawa nafsu yang tak terkendali. Keinginan yang tidak mengenal batas. Ada yang sibuk menambah koleksi kendaraan mewah. Ada pula yang sibuk menambah jumlah istri dan pendamping.
Jangan harap orang lain akan berubah. Perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Apakah hawa nafsuku terkendali ? Apaka aku masih berkeinginan yang bukan-bukan ?
Tarik nafas dan buang nafas pelan-pelan. Mari ucapkan dalam hati, sesuai dengan keyakinan, kepercayaan, dan agama kita masing-masing. Renungkan makna yang tersirat dibalik kata-kata yang kita ucapkan, “ Ya Allah, Ya Tuhan. Tiada kekuatan, Kekuasaan diluar-Mu. Engkaulah yang Maha Perkasa, Maha Kuat, Maha Esa, dan Maha Kuasa. Tiada Kebenaran diluar Mu.”
Bila kita melakukan latihan sederhana ini dengan penuh “rasa” dan tidak mengejar pahala, maka dalam waktu beberapa menit saja timbul rasa malu. Malu karena selama ini ternyata yang kita kejar hanya bayang-bayang. Yang harus kukejar tak pernah kukejar.
Kemudian datanglah pertobatan.
“Kembalikan aku pada jalur yang benar, Ya Allh, Ya Tuhan. Tuntunlah aku.”
Hawa nafsu pun hilang seketika.
Apa daya kekuatan gelap bila berhadapan dengan matahari pencerahan.

Wednesday, June 15, 2005



CERMIN

Kata Biofilik bermakna cinta kehidupan. Lawannya Nekrofilik, yang artinya cinta kematian. Makna hakiki cinta kehidupan ialah “ menumbuhkembangkan kehidupan secara utuh lengkap, biopsikososiospiritual ( jasmani, jiwani, kemasyarakatan, dan rohani )”. Sedangkan makna hakiki cinta kematian yaitu “ menghambat atau mematikan kehidupan biopsikososiospiritual”.
Seorang ibu bertindak biofilik tatkala dirinya setiap hari mengasuh dengan baik serta memberikan cukup makanan yang sehat untuk putra-putrinya. Seseorang bertindak biofilik tatkala dirinya berkata tulus meneguhkan kebaikan orang lain, secara jujur berpihak pada kebenaran sejati, dan ikut memperjuangkan perwujudan keadilan ditengah kehidupan sehari-hari.
Seseorang juga bertindak biofolikdengan upaya memnuhi kebutuhan psikologis mendasar buat sesamanya, semisal kebutuhan untuk dicintai secara semestinya, kebutuhan untuk dimengerti, dan kebutuhan untuk diterima secara wajar. Manusia juga bertindak biofilik ketika dia beribadat dengan iman kepada Tuhan dengan kerendahatian dan kejujuran, bukan demi kemegahan diri, kelompok, atau kekuasaannya.
Sebaliknya, manusia bertindak Nekrofilik dengan merusak fasilitas umum, membakari rumah sesamanya, memfitnah lain, mengambinghitamkan lawan politiknya. Seorang guru bertindak nekrofilik dengan menghukum murid-muridnya sampai harga diri mereka terpuruk. Seorang pengacara bertindak nekrofilik ketika dia melacurkan profesinya dengan menyuap saksi agar memutarbalikkan fakta sehingga kliennya diuntungkan dari suatu reka ketidakjujuran.
Seorang suami bertindak nekrofilik ketika menghamburkan uang untuk membiayai perselingkuhannya dengan wanita lain, meskipun sesungguhnya keluargannya sangat membutuhkan uang. Seorang pemimpin negara bertindak nekrofilik dengan menggunakan kekuasaan yang digenggamnya demi kepentingan diri, dan kelompoknya, bukan demi tumbuh-kembang biopsikososiopiritual rakyat dan bangsanya. Juga, seorang warga negara bertindak nekrofilik ketika dia tega merusak bangsa dan negaranya sendiri dengan meledakkan bom diberbagai tempat umum diwilayah negerinya sendiri.
Mudah-mudahan paparan yang terkesan berkepanjangan itu tidak membosankan, tapi justru menggelitik budi dan naluri kita untuk memriksa secara tenang dan jernih, tindakan mana yang lebihbanyak bertebaran di tengah kehidupan masyarakat indonesia kini; tindakan biofilik atau justru nekrofilik. Saya menangkap kesan kuat, ditengah kehidupan masyarakat kini, tindakan nekrofilik cenderung lebih kuat daripada biofilia.
Serba-serbi warta dan informasi di media massa cetak maupun elektronik sehari-hari nyaris selalu menyuratkan dan menyiratkan corak-corak sikap-laku-tindak tokoh masyarakat, pemimpin bahkan warga biasa, yang cenderung bersifat nekrofilik ketimbang biofilik. Saking seringnya, sampai-sampai tindakan nekrofilik dianggap sebagai kewajaran.
Pada perspektif demikian, kekerasan menjadi kewajaran bahkan keniscayaan di tengah kehidupan masyarakat. Pemimpin tidak malu secara diam-diam membayar orang-orang lain untuk menekan penghalang-penghalangnya dengan melakukan kekerasan serta teror terhadap mereka. Kelompok masyarakat yang satu merasa boleh merusak kantor atau rumah pihak lain yang mereka nilai berseberangan dengan dirinya. Sementara itu mereka yang semestinya berkarya sebagai penegak hukum dan keadilan membiarkan semua tindak kekerasan yang amat nekrofilik itu terus berlangsung tanpa penghukuman yang setimpal. Tal pelak, relasi antar insan di bumi indonesia rusak, dan menjadi makin rusak oleh kekerasan yang sangat nekrofilik.
Begitu pentingkah Biofilia? Jelas sangat penting, karena sesungguhnya biofilia merupakan program mental inti yang memungkinkan seorang manusia, suatu masyarakat, dan sebuah bangsa bertahan hidup dan bertumbuhkembang. Ketika nekrofilia sedemikian merajalela, kehidupan sangat terancam. Itu berarti keberadaan manusia, suatu masyarakat, dan bangsa juga sangat terancam. Tiadanya biofilia dan merajalelanya nekrofilia, cepat atau lambat akan memusnahkan manusia, meniadakan, dan menyirnakan bangsa.
Kondisi yang kini sering disebut-sebut sebagai disintegrasi, sesungguhnya hanyalah salah satu gejala ( sistom) dari proses penghancuran yang terjadi karena biofilia makin tidak ada, sementara nekrofilia makin berkibar. Pertaruhan dari pembiaran nekrofilia tak hanya dari kehidupan manusia, tetapi juga eksistensi bangsa dan negara. Dari sini bisa dilihat betapa nekrofilia sebegitu mengerikan. Warga bangsa yang membiarkan nekrofilia terus merebak adalah warga bangsa yang membiarkan diri dan bangsanya sendiri terpuruk secara teramat konyol. Pemimpin yang membiarkan nekrofilia makin merajalela, sesungguhnya sama sekali bukan pemimpin, ia lebih tepat disebut provokator dan perusak bangsa dan negara.
Kini sudah saatnya setiap warga negara Indonesia menyadari betapa niscayanya penghentian nekrofilia dan pemekaran biofilia. Kini waktunya pemimpin menunjukan mutu kepemimpinannya dengan keberpihakan tegas pada biofilia serta penolakan tanpa kompromi terhadap nekrofilia. Pengejawantahan tindakan itu berupa ketaatan tulus dan rasional pada hukum, keberpihakan pada keadilan, dan keteguhan untuk berpegang pada kebenaran sejati.
Terus terang, di indonesia semua itu masih lebih berupa angan-angan ketimbang kenyataan. Indonesia masih sangat membutuhkan kehadiran pemimpin yang tidak ragu dalam mewujudnyatakan sikap-laku-tindak- riil sehari-hari yang berdasarkan ketaatan tulus rasional terhadap hukum, keberpihakan pada keadilan yang sesungguhnya, dan keteguhan untuk berpegang pada kebenaran sejati.
Bangsa Indonesia kini masih terus menanti-nantikan hadirnya pemimpin seperti itu, karena sesungguhnya nurani kemanusiaan memang selalu lebih berpihak pada kehidupan ketimbang kematian, lebih berpihak pada tumbuh kembang ketimbang pembunuhan.

Tuesday, June 14, 2005

KUTIPAN
"Kerja adalah wujud nyata cinta. Bila kita tidak dapat bekerja dengan kecintaan, tapi hanya dengan kebencian, lebih baik tinggalkan pekerjaan itu. Lalu, duduklah di gerbang sebuah kuil dan terimalah derma dari mereka yang bekerja dengan penuh suka cita". ( Kahlil Gibran ).
"Kita hidup di dunia yang penuh keindahan, pesona serta petualangan. Dan semua itu tidak akan pernah berakhir selama kita mencarinya dengan mata terbuka". ( Jawaharlal Nehru ).

Friday, June 10, 2005

Damai....

Pada dasarnya "damai" sesuatu yang sangat dicari oleh setiap manusia, tetapi tatkala damai telah di raih mengapa manusia yang merusak kedamaian itu sendiri ?