NERAKA INGGRIS ATAU INDONESIA
Teman saya seorang anggota .... meninggal di inggris. Sangat beruntung dia, karena Dewa Pencabut Nyawa memberinya dua pilihan, “ Kata Insan Korup, apa pilihanmu, Neraka Indonesia atau Neraka Inggris?”
“Neraka? Neraka? Lo, saya kan rajin sembahyang. Pernah mendapat penghargaan pula sebagai ‘Dermawan Of The Year’ masa neraka?”
“Sembahyangmu ternyata gerak lidah belaka. Jiwamu tidak pernah sembahyang,” tegas sang pencabut nyawa.
“Tapi bagaimana dengan amalku pada orang miskin ? patutkan aku ke neraka, walau sudah berbuat banyak untuk rakyat kecil ?” desaknya.
“Sudahlah, jangan berdebat. Rakyat kecil apa yang kau bicarakan ? pernahkah kau mengunjungi mereka selama sekian tahun bertahta ? Amal saleh dan sedekah yang kauberikan itu kewajibanmu terhadap sesama manusia, seperti halnya kewajiban membayar pajak pada negara. Apakah kamu memberikannya dengan landasan rasa kasih sayang ? malah, kaupun lalai, selalu mencoba menghindari pajak. Tempat tinggalmu neraka, itu sudah pasti. Masih beruntung kamu meninggal di Inggris. Demokrasi disini memberimu hak untuk memilih – antara kapling Indonesia dan kapling Inggris. Katakan cepat, jangan buang waktu, apa maumu ?”
Saat itu pula terlupakan “ Tanah Tumpah Darah .... Ibu Pertiwi Indonesia”. Pilihannya jatuh pada kapling Inggris.
“Kalau begitu, ya sudah kapling Inggris saja.”
“ Enggak salah tuan yang terhormat ? Bagaimana denga sumpah setiamu terhadap negara ?” tegur sang pencabut nyawa, sinis.
“ Sudah mati ya sudah, apalagi matinya’kan di Inggris,” jawab teman saya tak kalah sewot.
“ Mati di Inggris ya mati di Inggris, tapi demi kebanggaan nasional sepatutnya kau memilih kapling Indonesia,” sindir sang pencabut nyawa.
“ Kebanggaan nasional pula bila aku menghormati negara sahabat tempat aku mati.”
“ Kamu memang pintar bersilat lidah”.
“ Itulah satu-satunya kepintaranku,” pikir teman saya.
Dalam perjalanan menuju kaplinya, ia baru teringat, “ Tapi, apa bedanya kapling Neraka Inggris dari kapling Neraka Indonesia ?”
“ Di kapling Inggris hukumanmu hanya satu kali sehari, dikapling Indonesia tiga kali sehari,” jawab sang pencabut nyawa.
“Untung kupilih kapling Inggris,” sahut temanku senang.
Sang pencabut nyawa seolah membaca pikirannya, “ Jangan merasa beruntung dulu. Tidak seorangpun temanmu berada disana. Sementara di kapling Indonesia banyak teman sejawat .”
Betul juga.
Kebetulan saat itu mereka melewati kapling Indonesia. Sahabat-sahabat teman saya didalam ternyata masih ingat dengan bau badannya, “ Bang, Bang! Kemana kau ? Kita semua disini.”
Temanku tetap tegar.
Dia meneriaki mereka dari jauh,” Aku diberi pilihan antara kapling Indonesia dan Inggris. Ya, kupilih saja kapling Inggris.”
“Bodoh kau,” kata salah seorang mantan asistennya.
“Bodoh bagaimana ? Di sini hukumannya tiga kali lebih banyak daripada disana.”
“ Ah, bagaimana kau ini ? seperti tidak tahu saja. Disini petugasnya bisa diajak kompromi. Dia juga dari kampung kita. Jangankan tiga kali sehari, tiga hari sekali pun kadang tidak diterapkan. Kadang-kadang saja, selagi ada inspeksi. Dikapling Inggris, mana bisa main-main ? Pengawasnya orang orang Inggris juga.”
Mau bilang apa dia. Sudah terlanjur memilih kapling Inggris.
Upaya terakhir, dia berusaha menyuap penjemputnya, dan saya dengar tidak berhasil.
Bagaiman pendapat anda dengan kisah rekaan itu ?
Rasanya, olesan bedak setebal apapun sudah tidak bisa menutupi noda diwajah kita. Sebagai bangsa yang konon berbudaya tinggi, hari ini kita berdiri telanjang dihadapan bangsa-bangsa lain di dunia. Bila ada yang menegur, kita malah marah. Tidak mau bercermin diri.
Ya, bercermin diri.
Tidak perlu mengurusi orang lain.
Jadilah Watch-dog bagi diri sendiri.
Mari kita melakukan introspeksi diri.
Apa upaya kita selama ini untuk memberantas korupsi ?
` Sekedar mengkritik mereka yang korup atau berusaha pula untuk menemukan akar dari permasalahan yang tengah kita hadapi ?
Apa yang menyebabkan sesorang menjadi korup ? Hawa nafsu yang tak terkendali. Keinginan yang tidak mengenal batas. Ada yang sibuk menambah koleksi kendaraan mewah. Ada pula yang sibuk menambah jumlah istri dan pendamping.
Jangan harap orang lain akan berubah. Perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Apakah hawa nafsuku terkendali ? Apaka aku masih berkeinginan yang bukan-bukan ?
Tarik nafas dan buang nafas pelan-pelan. Mari ucapkan dalam hati, sesuai dengan keyakinan, kepercayaan, dan agama kita masing-masing. Renungkan makna yang tersirat dibalik kata-kata yang kita ucapkan, “ Ya Allah, Ya Tuhan. Tiada kekuatan, Kekuasaan diluar-Mu. Engkaulah yang Maha Perkasa, Maha Kuat, Maha Esa, dan Maha Kuasa. Tiada Kebenaran diluar Mu.”
Bila kita melakukan latihan sederhana ini dengan penuh “rasa” dan tidak mengejar pahala, maka dalam waktu beberapa menit saja timbul rasa malu. Malu karena selama ini ternyata yang kita kejar hanya bayang-bayang. Yang harus kukejar tak pernah kukejar.
Kemudian datanglah pertobatan.
“Kembalikan aku pada jalur yang benar, Ya Allh, Ya Tuhan. Tuntunlah aku.”
Hawa nafsu pun hilang seketika.
Apa daya kekuatan gelap bila berhadapan dengan matahari pencerahan.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home