<body> HITAM PUTIH

Wednesday, June 15, 2005



CERMIN

Kata Biofilik bermakna cinta kehidupan. Lawannya Nekrofilik, yang artinya cinta kematian. Makna hakiki cinta kehidupan ialah “ menumbuhkembangkan kehidupan secara utuh lengkap, biopsikososiospiritual ( jasmani, jiwani, kemasyarakatan, dan rohani )”. Sedangkan makna hakiki cinta kematian yaitu “ menghambat atau mematikan kehidupan biopsikososiospiritual”.
Seorang ibu bertindak biofilik tatkala dirinya setiap hari mengasuh dengan baik serta memberikan cukup makanan yang sehat untuk putra-putrinya. Seseorang bertindak biofilik tatkala dirinya berkata tulus meneguhkan kebaikan orang lain, secara jujur berpihak pada kebenaran sejati, dan ikut memperjuangkan perwujudan keadilan ditengah kehidupan sehari-hari.
Seseorang juga bertindak biofolikdengan upaya memnuhi kebutuhan psikologis mendasar buat sesamanya, semisal kebutuhan untuk dicintai secara semestinya, kebutuhan untuk dimengerti, dan kebutuhan untuk diterima secara wajar. Manusia juga bertindak biofilik ketika dia beribadat dengan iman kepada Tuhan dengan kerendahatian dan kejujuran, bukan demi kemegahan diri, kelompok, atau kekuasaannya.
Sebaliknya, manusia bertindak Nekrofilik dengan merusak fasilitas umum, membakari rumah sesamanya, memfitnah lain, mengambinghitamkan lawan politiknya. Seorang guru bertindak nekrofilik dengan menghukum murid-muridnya sampai harga diri mereka terpuruk. Seorang pengacara bertindak nekrofilik ketika dia melacurkan profesinya dengan menyuap saksi agar memutarbalikkan fakta sehingga kliennya diuntungkan dari suatu reka ketidakjujuran.
Seorang suami bertindak nekrofilik ketika menghamburkan uang untuk membiayai perselingkuhannya dengan wanita lain, meskipun sesungguhnya keluargannya sangat membutuhkan uang. Seorang pemimpin negara bertindak nekrofilik dengan menggunakan kekuasaan yang digenggamnya demi kepentingan diri, dan kelompoknya, bukan demi tumbuh-kembang biopsikososiopiritual rakyat dan bangsanya. Juga, seorang warga negara bertindak nekrofilik ketika dia tega merusak bangsa dan negaranya sendiri dengan meledakkan bom diberbagai tempat umum diwilayah negerinya sendiri.
Mudah-mudahan paparan yang terkesan berkepanjangan itu tidak membosankan, tapi justru menggelitik budi dan naluri kita untuk memriksa secara tenang dan jernih, tindakan mana yang lebihbanyak bertebaran di tengah kehidupan masyarakat indonesia kini; tindakan biofilik atau justru nekrofilik. Saya menangkap kesan kuat, ditengah kehidupan masyarakat kini, tindakan nekrofilik cenderung lebih kuat daripada biofilia.
Serba-serbi warta dan informasi di media massa cetak maupun elektronik sehari-hari nyaris selalu menyuratkan dan menyiratkan corak-corak sikap-laku-tindak tokoh masyarakat, pemimpin bahkan warga biasa, yang cenderung bersifat nekrofilik ketimbang biofilik. Saking seringnya, sampai-sampai tindakan nekrofilik dianggap sebagai kewajaran.
Pada perspektif demikian, kekerasan menjadi kewajaran bahkan keniscayaan di tengah kehidupan masyarakat. Pemimpin tidak malu secara diam-diam membayar orang-orang lain untuk menekan penghalang-penghalangnya dengan melakukan kekerasan serta teror terhadap mereka. Kelompok masyarakat yang satu merasa boleh merusak kantor atau rumah pihak lain yang mereka nilai berseberangan dengan dirinya. Sementara itu mereka yang semestinya berkarya sebagai penegak hukum dan keadilan membiarkan semua tindak kekerasan yang amat nekrofilik itu terus berlangsung tanpa penghukuman yang setimpal. Tal pelak, relasi antar insan di bumi indonesia rusak, dan menjadi makin rusak oleh kekerasan yang sangat nekrofilik.
Begitu pentingkah Biofilia? Jelas sangat penting, karena sesungguhnya biofilia merupakan program mental inti yang memungkinkan seorang manusia, suatu masyarakat, dan sebuah bangsa bertahan hidup dan bertumbuhkembang. Ketika nekrofilia sedemikian merajalela, kehidupan sangat terancam. Itu berarti keberadaan manusia, suatu masyarakat, dan bangsa juga sangat terancam. Tiadanya biofilia dan merajalelanya nekrofilia, cepat atau lambat akan memusnahkan manusia, meniadakan, dan menyirnakan bangsa.
Kondisi yang kini sering disebut-sebut sebagai disintegrasi, sesungguhnya hanyalah salah satu gejala ( sistom) dari proses penghancuran yang terjadi karena biofilia makin tidak ada, sementara nekrofilia makin berkibar. Pertaruhan dari pembiaran nekrofilia tak hanya dari kehidupan manusia, tetapi juga eksistensi bangsa dan negara. Dari sini bisa dilihat betapa nekrofilia sebegitu mengerikan. Warga bangsa yang membiarkan nekrofilia terus merebak adalah warga bangsa yang membiarkan diri dan bangsanya sendiri terpuruk secara teramat konyol. Pemimpin yang membiarkan nekrofilia makin merajalela, sesungguhnya sama sekali bukan pemimpin, ia lebih tepat disebut provokator dan perusak bangsa dan negara.
Kini sudah saatnya setiap warga negara Indonesia menyadari betapa niscayanya penghentian nekrofilia dan pemekaran biofilia. Kini waktunya pemimpin menunjukan mutu kepemimpinannya dengan keberpihakan tegas pada biofilia serta penolakan tanpa kompromi terhadap nekrofilia. Pengejawantahan tindakan itu berupa ketaatan tulus dan rasional pada hukum, keberpihakan pada keadilan, dan keteguhan untuk berpegang pada kebenaran sejati.
Terus terang, di indonesia semua itu masih lebih berupa angan-angan ketimbang kenyataan. Indonesia masih sangat membutuhkan kehadiran pemimpin yang tidak ragu dalam mewujudnyatakan sikap-laku-tindak- riil sehari-hari yang berdasarkan ketaatan tulus rasional terhadap hukum, keberpihakan pada keadilan yang sesungguhnya, dan keteguhan untuk berpegang pada kebenaran sejati.
Bangsa Indonesia kini masih terus menanti-nantikan hadirnya pemimpin seperti itu, karena sesungguhnya nurani kemanusiaan memang selalu lebih berpihak pada kehidupan ketimbang kematian, lebih berpihak pada tumbuh kembang ketimbang pembunuhan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home